I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Kebajikan dan keburukan sama-sama bersanding dalam diri setiap manusia.[1] Dengan kata lain, manusia memiliki potensi kebaikan dan keburukan. Demikian halnya sifat masyarakat dan Negara yang terdiri dari banyak individu. Keburukan mendorong pada kesewenang-wenangan, sedangkan kebajikan mengantarkan pada keharmonisan. Saat terjadi kesewenang-wenangan, kebajikan berseru dan merintih untuk mencegahnya. Dari sanalah lahir perjuangan, baik di tingkat individu maupun di tingkat masyarakat dan Negara.[2]
Jihad adalah salah satu tema pokok dalam al-Qur’an. Pembahasan jihad dalam al-Qur’an cukup mewarnai sebagian ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan di Makkah dan Madinah. Hal ini menunjukkan urgensi jihad dalam sejarah pembentukan dan perkembangan syariat Islam.
Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan. Tetapi hal itu tidak dapat terlaksana dengan sendirinya, kecuali melalui perjuangan (jihad) menghadapi musuh.[3]
Shalat, Ibadah, dan amal kebajikan bukanlah sesuatu yang mudah dipenuhi, karena dalam diri manusia ada nafsu yang selalu mengajak kepada kejehatan, disekelilingnya ada setan yang menghambat, karena itu manusia perlu berjihad mencurahkan segala tenaga dan kemampuan agar amal-amal kebajikan itu dapat terlaksana dengan baik.
Istilah al-Qur”an untuk menunjukkan perjuangan adalah kata jihad. Sayangnya istilah ini sering disalahpahami atau dipersempit artinya. Kalangan Barat misalnya, jihad dipahami sebagai salah satu ajaran Islam yang merupakan simbol kekerasan, kekejaman, dan terorisme. Persepsi Barat terhadap Islam ditopang oleh realitas empiris prilaku-prilaku kaum fundamentalis Islam yang kerap kali melakukan aksi terorisme dan menanamkan bibit kerusakan dan perpecahan di tengah-tengah perdamaian dan ketentraman dunia.
Persepsi di atas, bila dibiarkan terus bergulir akan menimbulkan kekerasan di tengah komunitas umat dan akan terus timbul aksi-aksi kekerasan di muka bumi ini, padahal Islam adalah rahmat bagi alam.
Jihad yang diperintahkan ole al-Quran tidak identik dengan teroris. Demikian ayat-ayat yang memerintahkan untuk berjihad fi sabilillah tidak dapat dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan aksi terror karena semangat jihad dalam konsep al-Quran sungguh bertentangan dengan tindakan terorisme yang terjadi selama ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi pokok masalah dalam makalah ini adalah bagaimana jihad dalam al-Quran, dengan sub masalah :
- Bagaimana makna jihad dalam al-Quran?
- Bagaimana kandungan beberapa ayat jihad dalam al-Quran?
- Apakah benar bahwa jihad dalam Islam dikenal dengan terorisme?
- A. Makna Jihad
- QS. al-Baqarah (2): 218
- QS. Ali Imran (3): 142
- QS. al- Nisa (4): 95 (3x)
- QS. al- Maidah (5): 35, 54, 53
- QS. al- An’am (6): 109
- QS. al- Anfal (8): 72, 74, 75
- QS. al- Taubah (9): 16, 19, 20, 24, 41, 44, 73, 79, 81, 86, 88
- QS. al- Nahl (16): 38, 110
- QS. al- Hajj(22): 78 (2x)
11. QS. al- Furqan (25): 52 (2x)
12. QS. al- Ankabut(29) 6 (2x), 8, 69
13. QS. Lukman (31): 15
14. QS. Fatir (35); 42
15. QS. Muhammad (47) : 31
16. Q.S. al-Hujrat (49): 15
17. Q.S. al- Shaff (61): 11
18. Q.S. al- Tahrim (66): 9
Kata jihad terdiri dari tiga huruf, yaitu ج - ه – د pada awalnya mengandung arti kesulitan atau kesukaran dan yang memiliki kedekatan makna dengannya. Bentuk dari kar kata tersebut adalah al-juhdu, al-majhud. Al-juhdu bermakna الطاقة “kemampuan” sementara al-majhud bermakna
البن الذي أخرج ربده “ susu yang dikeluarkan dari inti sarinya”. Susu tersebut dapat dikeluarkan dengan upaya yang sulit dan penuh kesungguhan yang menyebabkan pemerasnya menjdi letih. Sedangkan makna yang memiliki kedekatan dengan kata kesulitan adalah “keras”, kuat, sungguh-sungguh”.[5]
Jihad bila termaktub dengan kata al-jahdu berarti musyaqqat al-qayah, al qayah, al-jadd al-imtihan, yang bermakna; kesulitan dan puncak masalah, kesungguhan, ujian yang sulit, atau cobaan. Sementara jika termaktub dengan kata al-juhdu berarti al- taqa wa al-wus’u, al-bazl yang bermakna kemampuan, kekuasaan, dan pengorbanan.[6]
Kata jihad yang menunjuk langsung arti kemampuan, kesungguh-sungguhan, kuat, dan paksaan dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Quran yang berbicara tentang jihad, sebagaimana berikut:
- Kemampuan, dalam Q.S. al-Taubah (9):79
….. …úïÏ%©!$#ur w tbrßÅgs wÎ) óOèdyôgã_ …..
Terjemahannya:……. dan orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, …[7]
- Sungguh-sungguh, dalam QS. Al-Maidah (5): 53: QS. Al-An’am (6):109; QS. Al-Nahl (16): 38
….. tûïÏ%©!$# (#qßJ|¡ø%r& «!$$Î/ yôgy_ öNÍkÈ]»yJ÷r& öNåk¨XÎ) öNä3yèpRmQ 4 …..
Tejemahannya:….. orang-orang yang beriman akan mengatakan: “Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu? (QS. al-Maidah (5) 53)
- Kuat, dalam QS. Al- Nur (24):53 dan QS. Fatir (35): 42.
(#qßJ|¡ø%r&ur «!$$Î/ yôgy_ öNÍkÈ]»yJ÷r& ……..
Terjemahannya:Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; QS. Fatir (35): 42.
- Paksaan, dalam QS. al- Ankabut (29): 8 dan QS. Lukman (31): 15.
bÎ)ur #yyg»y_ #n?tã br& Íô±è@ Î1 $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ xsù $yJßg÷èÏÜè? ( ……..
Terjemahannya:Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya,.QS. Lukman (31): 15.
Berdasarkan makna akar kata di atas dapat dipahami bahwa jihad memiliki makna: Kemampuan, karena jihad menuntut kemampuan dan harus dilakukan sebesar kemampuan; Sukar/letih, karena jihad memang sulit/sukar dan memyebabkan keletihan; Ujian/ cobaan, karena jihad merupakan ujian dan cobaan bagi kualitas seseorang.
Jihad tidak hanya dipahami dalam arti perjuangan pisik atau perlawanan bersenjata, tetapi lebih jauh dari pada itu merupakan perjuangan melawan dan memerangi hawa nafsu dan kebodohan. Jihad juga berarti ujian yaitu ujian bagi kualitas seseorang. Sejalan dengan itu al-Asfhahany memyebutkan bentuk-bentuk jihad, yang antara lain adalah jihad terhadap orang-orang kafir, munafik, zhalim, jihad terhadap hawa nafsu dan jihad terhadap setan. Bahkan disebutkan olehnya bahwa jihad merupakan perjuangan pikiran untuk melawan kebodohan.[8]
Dalam literature lain disebutkan bentukan jihad adalah kata ijtihad dan mujahadah. Ijtihad bermakna mengarahkan kemampuan dn kekuatan untuk mencari penyelesaian sesuatu persoalan. Upayah dimaksud adalah upaya mengerahkan kemampuan ilmu pengetahuan untuk memikirkan penyelesaian suatu masalah. Sedangkan kata mujahadah adalah upaya dengan sungguh-sungguh untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan berupaya menyingkirkan segala bentuk yang menghalangi.[9]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jihad diartikan sebagai usaha dengan segala upaya untuk mencapai kebaikan; usaha sungguh-sungguh membela agama Allah (Islam) dan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga.[10]
Menurut hemat penulis jihad merupakan kerja professional yang disertai dengan pengorbanan jiwa (totalitas manusia) dan harta benda, kesabaran, tanpa pamrih, ikhlas semata-mata untuk mencapai ridha Allah, bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang diinginkan, serta senantiasa dalam koridor yang diridhai Allah. Dengan demikian dalam setiap aspek kehidupan terdapat jihad di dalamnya.
- B. Kandungan Jihad dalam al-Qur’an
ôQr& ÷Läêö7Å¡ym br& (#qè=äzôs? sp¨Yyfø9$# $£Js9ur
ÉOn=÷èt ª!$# tûïÏ%©!$# (#rßyg»y_ öNä3ZÏB zNn=÷ètur tûïÎÉ9»¢Á9$#
ÇÊÍËÈ
Terjemahan :Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad[232] diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.
Ayat ini mengandung makna bahwa jihad merupakan cara yang ditetapkan Allah untuk menguji manusia. Jihad dalam ayat ini dapat diartikan sebagai: berperang untuk menegakkan Islam dan melindungi orang-orang Islam; memerangi hawa nafsu; mendermakan harta benda untuk kebaikan Islam dan umat Islam; memberantas yang batil dan menegakkan yang hak.[11]
Tanpak pula kaitan yang sangat erat dengan kesabaran sebagai isyarat bahwa jihad adalah sesuatu yang sulit, memerlukan kesabaran serta ketabahan. Potongan akhir ayat tûïÎÉ9»¢Á9$# Nn=÷ètur dan mengetahui orang-orang sabar. Huruf wau yang biasa diterjemahkan “dan”, oleh sementara ulama dipahami dalam arti “bersama”. Dengan demikan menjadi menyatu pengetahuan tentang kesabaran/ketabahan. Apakah kamu mengira akan masuk ke surge padahal Allah belum mengetahu hakekat jihad kamu menyatu dengan kesabaran kamu. Ini karena kesabaran merupakan syarat keberhasilan jihad. Di sisi lain, jihad tidak dapat terjadi tanpa kesabaran, tetapi jika tidak disertai dengan kesabaran, maka jihad itu akan gagal.[12]
Jihad merupakan aktifitas yang unik, menyeluruh, dan tidak dapat dipersamakan dengan aktivitas lain. Tidak ada satu amalan keagamaan yang tidak disertai dengan jihad. Paling tidak, jihad diperlukan untuk menghambat rayuan nafsu yang selalu mengajak pada kedurhakaan dan mengabaikan tuntunan agama. Oleh karenanya manusia diperingatkan oleh Allah agar tidak mengikuti hawa nafsu sekehendak hati, karena dapat mendorong kepada kekufuran dan kedurhakaan, dan dengan demikian pula manusia pada hakikatnya tidak memperoleh petunjuk bahkan ia akan menjadi sesat. Hal ini sejalan dengan Firman Allah dalam QS. al-Qasas (28): 50:
bÎ*sù óO©9 (#qç7ÉftFó¡o y7s9 öNn=÷æ$$sù $yJ¯Rr&
cqãèÎ7Ft öNèduä!#uq÷dr& 4 ô`tBur @|Êr& Ç`£JÏB yìt7©?$#
çm1uqyd ÎötóÎ/ Wèd ÆÏiB «!$# 4 cÎ) ©!$# w Ïöku tPöqs)ø9$#
tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÎÉÈ
Terjemahnya:Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) Ketahuilah bahwa Sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Ayat di atas diperkuat oleh hadis Rasulullah saw.:
المُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ …………….. …
Artinya:
“Orang yang berjihad adalah orang yang berjihad terhadap dirinya (hawa nafsunya)”[13]
Mukmin adalah mujahid, karena jihad merupakan identitas kepribadian muslim. Al- Quran menegaskan dalam QS. al- Ankabut (29): 6.
Kata جاهد (jaahada) terambil dari kata جهد (juhd) yakni kemampuan. Patron kata yang digunakan ayat ini menggambarkan adanya upaya sungguh-sungguh. Dengan demikian ayat ini dapat dipahami bahwa barang siapa yang berjihad yakni mencurahkan kemampuannya untuk melakukan amal saleh sehingga ia bagaikan berlomba-lomba dalam kebajikan, maka sesungguhnya manfaat dan kebajikan jihadnya adalah untuk dirinya sendiri.
Al-Biqa’I sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab memahami kata jihad pada ayat ini dalam arti mujahadan, yakni “yakni upaya sungguh-sungguh untuk melawan dorongan hawa nafsu” dan kata tersebut tidak disebut obyeknya, dan karena itu pula yang disebut meraih manfaatnya adalah kata “nafs”, yakni dengan menyatakan لنفسه (linafsihi) sebab nafsu selalu mendorongnya kepada kejahatan.[14]
Pendapat serupa dikemukakan oleh Sayyid Qutub. Menurutnya, sebagaimana dikutip dalam Tafsir al- Misbah bahwa jihad meningkatkan kualitas sang mujahid dan kalbunya, mengangkat dan memperluas ufuk wawasannya. Menjadikannya mampu mengalahkan kekikiran jiwa dan harta bendanya, serta mengundang lahirnya potensi-potensi positif yang terdapat dalam dirinya. Ini semua pada diri yang bersangkutan dan yang akan berdampak pada masyarakat mukmin, kemudian pada gilirannya melahirkan di tengah masyarakat kemantapan haq ,kemenangan kebaikan atas kejahatan, serta kesalehan atas kedurhakaan.[15]
Karena jihad adalah perwujudan kepribadian maka tidak dibenarkan adanya jihad yang bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Bahkan bila jihad dipergunakan untuk memaksa berbuat kebathilan harus ditolak sealipun sekalipun diperintahkan oleh kedua orang tua. Firman Allah dalam QS. Lukman (31): 15
bÎ)ur #yyg»y_ #n?tã br& Íô±è@ Î1 $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ xsù $yJßg÷èÏÜè? ( ……..
Terjemahannya:Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya,.QS. Lukman (31): 15.
Terakhir dan terpenting dari segalanya adalah bahwa jihad harus dilaksanakan demi Allah, bukan untuk memperoleh tanda jasa, pujian, apalagi keuntungan duniawi.
Firman Allah dalam QS. al- Hajj (22): 78
(#rßÎg»y_ur Îû «!$# ¨,ym ¾ÍnÏ$ygÅ_ 4 ……..
Terjemahannya:Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.
Mujahid adalah yang mencurahkan seluruh kemmpuannya dan berkorban dengan nyawa atau tenaga, pikiran, emosi, dan apa saja yang berkaitan dengan diri manusia. Jihad adalah cara untuk mencapai tujuan. Caranya disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dan dengan modal yang tersedia. Jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, bahkan, tidak pula pamrih.
Dengan demikian beraneka ragam jihad dari segi lawan dan buahnya. Ada jihad melawan orang-orang kafir, munafik, setan, hawa nafsu dan lain-lain. Buahnyapun berbeda-beda. Jihad seorang ilmuwan adalah pemanfaatan ilmunya; Pemimpin adalah keadailannya; pengusaha adalah kejujurannya; Pemangkul senjata adalah kemerdekaan dan penaklukan manusia yang zalim. Semua jihad, apapun bentuknya dan siapapun lawannya, harus karena Allah dan tidak boleh berhenti sebelum berhasil atau kehabisan modal. Itula yang dimaksud dengan (حق جهاده) haqq jihadihi dalam firman-Nya di atas.
Mereka yang berjihad pasti diberi petunjuk dan jalan untuk mencapai cita-citanya. Firman Allah dalam QS. al-Ankabut (29): 69
z`Ï%©!$#ur (#rßyg»y_ $uZÏù öNåk¨]tÏöks]s9 $uZn=ç7ß 4 ¨bÎ)ur ©!$# yìyJs9 tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÏÒÈ
Terjemahannya:Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Disamping itu para mujahid akan memdapatkan ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia. Firman Allah dalam QS. al-Anfal (8): 74; Akan diberikan derajat yang tinggi dan mendapatkan kemenangan (QS. al- Taubah (9): 20; dan mendapatkan keberuntungan (QS. al-Maidah (5): 35.
C. Jihad dalam al-Qur’an bukan Terorisme
Sebagaimana telah dukemukakan di atas bahwa terjadinya kesalahpahaman dalam memahami istilah jihad sebagai perjuangan pisik atau perlawanan dengan bersenjata, karena sering kata ini terucapkan pada saat-saat perjuangan pisik, sehingga diidentikkan dengan perlawanan bersenjata. Kesalahpahaman ini disuburkan juga oleh terjemahan yang keliru terhadap ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang jihad dengan anfus. Kata anfus sering kali diterjemahkan dengan jiwa.
Sebenarnya banyak arti dari nafs/anfus dalam al-Quran, sekali berarti nyawa dan kali lain berarti hati, di tempat lain berarti jenis dan ada pula yang berarti totalitas manusia, dimana terpadu jiwa dan raganya.[16]
Al- Quran mempersonifikasikan wujud seseorang di hadapan Allah dan masyarakat dengan menggunakan kata nafs. Kalau demikan, tidak meleset jika kata itu dalam konteks jihad dipahami dalam arti totalitas manusia, sehingga kata nafs mencakup nyawa, emosi, pengetahuan, tenaga, pikiran, walhasil totalitas manusia, bahkan waktu dan tempat, karena manusia tidak dapat memisahkan diri dari keduanya.[17]
Firman Allah misalnya dalam QS. al-Baqarah (2): 218
¨bÎ) úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä z`É©9$#ur (#rãy_$yd
(#rßyg»y_ur Îû È@Î6y «!$# y7Í´¯»s9′ré& tbqã_öt |MyJômu «!$# 4
ª!$#ur Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇËÊÑÈ
Terjemahannya:Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Klausa @Î6y «!$# Îû (#rßyg»y_ur menurut M. Quraish Shihab adalah berjuang tiada henti dengan mencurahkan segala yang dimilikinya hingga tercapai apa yang diperjuangkannya, perjuangan dengan harta, atau apapun yang dimiliki, dengan niat melakukan di jalan Allah yang mengantar kepada ridha-Nya.[18]
Jihad atau peperangan yang diizinkan al-Quran hanya untuk menghindari terjadinya penganiayaan. Firman Allah QS. al- Baqarah (2): 190.
(#qè=ÏG»s%ur Îû È@Î6y «!$# tûïÏ%©!$# óOä3tRqè=ÏG»s)ã wur (#ÿrßtG÷ès? 4 cÎ) ©!$# w =Åsã úïÏtG÷èßJø9$# ÇÊÒÉÈ
Terjemahannya: Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, Karena
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.Melampau batas dijelaskan oleh Nabi saw. Dengan membunuh wanita, anak kecil, dan orang tua. Bahkan oleh al- Quran salah satu pengertiannya adalah tidak mendadak melakukan penyerangan. Sebelum terjadi keadaan perang dengan pihak lain itu jika sebelumnya ada perjanjian perdamaian dengan suatu kelompok, perjanjian harus dinyatakan pembatalannya secara tegas terlebih dahulu.[19] Al-Quran menegaskan dalam QS. al- Anfal (8): 58.
$¨BÎ)ur Æsù$srB `ÏB BQöqs% ZptR$uÅz õÎ7/R$$sù óOÎgøs9Î) 4n?tã >ä!#uqy 4 ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûüÏYͬ!$sø:$# ÇÎÑÈ
Terjemahannya.Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.
Perlu disadari bahwa izin memerangi orang kafir bukan karena kekufuran atau keenggangan mereka memeluk Islam, tetapi karena penganiayaan yang mereka lakukan terhadap hak asasi manusia untuk memeluk agama yang dipercayainya.
Peperangan pada hakikatnya tidak dikehendaki oleh Islam. Seseorang yang telah dihiasi iman akan membencinya (QS. al- Baqarah (2): 216. Olehnya itu sikap al-Quran terhadap peperangan adalah upaya menghindarinya (QS. al-Anfal(8): 61.
* bÎ)ur (#qßsuZy_ ÄNù=¡¡=Ï9 ôxuZô_$$sù $olm; ö@©.uqs?ur n?tã «!$# 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìÏJ¡¡9$# ãLìÎ=yèø9$# ÇÏÊÈ
Terjemahanna:Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa pada dasarnya umat Islam dilarang mencari musuh. Selama gerak dakeah Islamiyah dalam situasi aman atau tidak diperangi. Tidak justru secara nyata memerangi orang-orang yang dianggap sebagai musuhnya dengan dalih jihad dan penuh harapan ingin mendapatkan predikat syahid fi sabilillah, sebagaimana yang terlihat sekarang adanya sekelompok umat Islam yang melakukan hal tersebut.
Dengan kata lain bahwa yang berkaitan dengan terorisme, dan dipraktekkan leh kalangan Islam tertentu, dan mengundang kontroversi dalam Islam. Mereka melakukan tindakan bunuh diri dengan mengharapkan mati syahid, sementara ajaran Islam tidak membenarkan, bahkan mengharamkan tindakan bunuh diri.
III. Penutup
- A. Kesimpulan
- Jihad merupakan kerja profesional dalam segala aspek kehidupan yang disertai dengan pengorbanan jiwa (totalitas manusia) dan harta benda, dalam upaya dengan sungguh-sungguh untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan berupaya menyingkirkan segala bentuk yang menghalanginya.
- Kesabaran merupakan syarat keberhasilan jihad dan harus dilaksanakan demi Allah, sebagai perwujudan kepribadian, dengan mencurahkan kemampuannya untuk berupaya sungguh-sunnguh melawan dorongan hawa nafsu, dan melakukan amal saleh.
- Izin memerangi kaum kafir bukan karena kekufuran atau keenggangan mereka memeluk Islam, tetap penganiayaan yang mereka lakukan terhadap hak asasi manusia untuk memeluk agama yang dipercayainya. Dengan demikian, tidaklah benar bahwa konsep jihad dalam al-Quran sama teroris (bom bunuh diri), sebab tidak dibenarkan adanya jihad yang bertentangan dengan fitrah kemanusiaan.
- Jihad tidak dapat dikonotasikan hanya kepada upaya-upaya kekerasan dengan motif-motif agama. Islam ketika membolehkan perang memberi aturan-aturan pelaksanaan yang dapat dikatakan perang adalah jalan yang paling ekstrim.
- Makna jihad sangat luas pengertiannya maka adalah sesuatu yang keliru ketika sebuah kelompok tidak menyenangi kelompok lain mereka mengambil tindakan kekerasan dengan mengunakan jargon jihad.
- Jihad sudah saatnya diberi konotasi yang lebih menggambarkan ajaran Islam yang menganjurkan untuk hidup damai, aman, sejahtera, tenteram dan harmoni di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Al- Quran al- Karim. Departemen Agama RI. Semarang: Toha Putra, 1997.
Al- Asfahaniy, Al- Raghib, Al- Mufradat fi Gharib al- Quran. Beirut: Dar al- Ma’rifat, t. th
Al- Baqy, Muhammad Fuad ‘Abd. Al- Mu’jam al- Mufahras li al- Faz al-Quran al- Karim. Bairut: Dar al- Fikr, 1992.
Departemen Agama R.I., Al-Quran dan terjemahannya. Cet. V; Bandung: Toha Putra, 1996
Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. II. Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Glasse, Cyril. Ensiklopedi Islam: Ringkas. Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) h. 194
Ibn Manzur, Lisan al- Arab al- Muhit, jilid. I. Beirut: Dar al- Lisan al Arab, t. th
Mahfudd Louis. Al-Munjid fi al- Lugha. Beirut: Dar al- Masyriq Libanon, 1973.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al- Misbah: Pesan, kesan dan Keserasian Al- Quran. Vol 1-5. Cet. 1; Jakarta Lantera Hati, 2002.
Shihab, M, Quraish, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’I atas berbagai persoalan Umat., Cet. XIX; Bandung: Mizan, 2007
Al- Turmuziy, Sunan al-Turmuziy, Juz. IV. Beirut: Dar al Kutub al-Ilmiyah, t. th.
Ibn Zakariyah, Abu al-Husayn Ahmad bin Faris. Mu’jam Maqais al-Lughah, Juz. I. Beirut. Dar al- Fikr, 1994
[1] QS. al- Syams (91) 8. (Allah mengilhami jiwa manusia dengan kedurhakaan dan ketaqwaan) [2] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu’I atas Berbagai Persoalan Umat (Cet. XIX: Bandung: Mizan, 2007). H. 500
[3] Ibid, h. 501.
[4] Lihat Muhammad Fuad ‘ Abd. Al- Baqiy, al- Mu’jam al- Mufahras li al- Faz al Qur’an al- Karim, (Bairut Dar al- Fikr 1992), h. 232-233
[5] Abu al Huasain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu’jam Muqais al-Lughah, Jus. 1 (Bairut: Dar al Fikr, 1994), h.487 lihat juga Louis Mahfud al- Munjid fi al- Lughah.( Cet. XVIII, Bairut: Dar al- Maghrib, 1984), h. 106
[6] Ibn Munzir, Lisan al – Arab al Muhit, Jilid I (Bairut: Dar al – Lisan Arab, t.th), h. 520
[7] Departemen Agama R.I., Al- Qur’an dan Terjemahannya (Cet. I: Semarang: Toha Putra, 1997), h. 165. Demikian penerjemahan ayat-ayat selanjutnya.
[8] Al Raghib al- Asfahaniy fi gharib al- Quran; (Bairut: Dar al- Ma’rifat, t th), h. 101
[9] Ibnu Munzir, Lisan al- Arab al-Muhit, Jilid. 1 (Beirut: Dar al Lisan al Arab, t. th), h. 520
[10] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II (Cet. III; Jakarta; Balai Pustaka, 1990), h. 362. Lihat juga Cyril Glasse, Ensilopedi Islam: Ringkas (Cet III: Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 194
[11] Liha Al-Quran dan terjemahannya oleh Departemen Agama, ketika menerjemahkan ayat tersebut.
[12] M. Quraish Shihab, Tafsir al- Misbah: Pesan dan kesan keserasian Al-Quran, Vol. 2 (Cet. I: Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 217.
[13] Al- Turmuziy, Sunan al- Turmuzy, Juz. IV ( Baeirut: Dar al Kutub al- Kutub al- Ilmiyah, t. th), h. 142
[14] M. Quraish Shihab, Tafsir al- Misbah, Vol. 10 Op ,ci., h. 444t
[15] Ibid., h. 444-445.
[16] M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah, Vol. 9, op. cit., h. 135.
[17] Ibid
[18] Ibid., Vol. I. h. 465
[19] M. Quraish Shihab, Wawasan….. op.cit., h. 514-515
Tidak ada komentar:
Posting Komentar